Kamis, 05 April 2012

ARBITRASE INTERNASIONAL

Pengertian
Adalah cara penyelesaian sengketa internasional secara damai yang dirumuskan dalam suatu keputusan oleh arbitrators atau arbiter dipilih oleh pihak yang bersengketa.

Para pihak tersebut sebelumnya menerima sifat mengikat keputusan yang akan diambil. Keputusan yang mengikat harus didasarkan atas ketentuan hukum, dengan pengecualian dimana para arbitrators diizinkan oleh para pihak untuk mengambil keputusan yang tidak sebelumnya didasarkan atas konsiderasi hukum.

Ciri pokok arbitrase:
Bersifat sukarela, artinya para pihak tidak diharuskan memilih cara penyelesaian tersebut dan bebas memilih hakimnya.
Sifat hukum yang mengikat, para pihak diharuskan melaksanakan putusan dengan itikad baik.
Sifat non-institusional, bahwa hakim yang dipilih bukan merupakan organ permanen yang dibentuk sebelum adanya sengketa tetapi setelah adanya sengketa, jika sengketa selesai diperiksa, organ arbitrase bubar.

Disarmping arbitrase ad-hoc, terdapat juga berbagai institusi internasional, penyelesaian sengketa internasional yang dapat dipilih yaitu:
UCITRAL : United Nations Commission on International Trade Law
ICC : International Chamber of Commerce
ICSID : International Center for Settlement of Investment Disputed
AALCC : Asian Africa Legal Consultative Committee

Masing2 institusi tersebut memiliki model hukum sendiri untuk penyelesaian sengketa. Indonesia telah meratifikasi 2 konvensi internasional. Sehubungan dengan pelaksanaan putusan arbitrase asing yaitu:
Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States (ICSID)
Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (New York Convention 1958)

ICSID Convention
Konvensi ini diprakarsai oleh International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia berdasarkan UU No. 5 Tahun 1968 tanggal 29 Juni 1968 tentang “Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal”

Konvensi ini lazim disebut Konvensi Bank Dunia (World Bank Convention). Dewan Arbitrase ICSID berkedudukan di Washington. Sejak berlakunya UU No.5 Tahun 1968 Indonesia tunduk pada konvensi bank dunia, kewenangan yurisdiksi ICSID secara hukum hanya meliputi sengketa yang timbul dari penanaman modal antara Negara peserta Konvensi. Penyelesaian sengketa dilakukan dengan pembentukan panel yaitu orang yang memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai conciliator atau sebagai arbiter dengan masa bakti 6 tahun. Putusan ICSID pada dasarnya memiliki “Self Executing” artinya tidak memerlukan tindakan perUU untuk dapat berlaku dalam hukum internasional di Negara peserta.

Menurut Pasal 3 (1) UU No.5 Tahun 1968:

Untuk melaksanakan putusan Mahkamah Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam konvensi tersebut mengenai perselisihan antara RI dan WN asing di wilayah Indonesia diperlukan Surat Pernyataan Mahkamah Agung bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan.

Pasal 3 (2) dijelaskan:

Mahkamah Agung mengirimkan surat pernyataan termaksud dalam ayat (1) pasal ini kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukum mana putusan ini harus dijalankan dan memerintahkan untuk melaksanakannya.

New York Convention 1958
Konvensi ini merupakan konvensi internasional yang menyatakan adanya pengakuan dan pelaksanaan dari setiap putusan arbitrase yang diambil di luar wilayah territorial Negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan (Pasal 1 ayat 1 Konvensi) dalam ayat 2 dinyatakan bahwa ternasuk dalam pengertian putusan arbitrase yang diakui ini:
1. Putusan yang berasal dari arbitrase ad-hoc independen
2. Putusan yang diambil oleh suatu lembaga arbitrase

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal 1 dari UU tersebut mengambil definisi tentang putusan arbitrase internasioal adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan diluar wilayah hukum RI atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum RI dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.

Asas –asas umum pelaksanaan putusan arbitrase asing/internasional:
Asas final and binding
Pasal 3 konvensi New York 1958 menyatakan : setiap Negara anggota konvensi harus mengakui putusan arbitrase asing sebagai putusan yang mengikat dan mempunyai eksekusi terhadap para pihak. Asas ini tercantum ada padal 68 (1) UU no.30 tahun 1999.
Asas resiprositas
Asas ini tercermin pada pasal 66 (a) UU no.30 tahun 1999 yang menyatakn bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia jika memenuhi syarat, yaitu: putusan itu dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu wilayah yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian baik bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing.
Putusan terbatas sepanjang hukum dagang
Asas ini tercermin dalam pasal 66 (b) UU nomor 30 tahun 1999 bahwa putusan arbitrase internasional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
Asas ketertiban umum
Asas ini tercermin pada pasal 66 (c) UU nomor 3 tahun 1999 yang menyatakan bahwa:
Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada ketentuan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.